Ekbis

PAD Rote Ndao Terendah, DPRD Baru Sadar Ada Tambang Ilegal

5131
×

PAD Rote Ndao Terendah, DPRD Baru Sadar Ada Tambang Ilegal

Sebarkan artikel ini
Bagikan :

NTTTERKINI.ID, Rote Ndao – Ketua Asosiasi Tambang Rote Ndao (Astero) Endang Sidin mengatakan sangat lucu, jika DPRD Rote Ndao baru mengetahui kalau banyak tambang ilegal yang menyebabkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rote Ndao terendah se-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pernyataan Endang ini menanggapi pendapat DPRD Rote Ndao di media online agar menindak tegas pelaku tambang ilegal dan tingkatkan PAD Rote Ndao sebagai daerah dengan PAD terendah se-NTT.

Dia mengaku tak merasa terganggu dengan pernyataan Wakil Ketua DPRD Rote Ndao itu, karena Astero merupakan organisasi yang terdiri dari para pengusaha tambang yang legal.

“Saya tidak merasa terganggu bahwa apa yang disampaikan Wakil Ketua II DPRD Rote Ndao Paulus Henuk kepada media tersebut ditujukan kepada kami Astero,” kata Endang kepada wartawan, Sabtu, 21 Januari 2023.

Dia menilai pernyataan DPRD Rote Ndao itu membuktikan bahwa sejak menjadi anggota DPRD tahun 2019 lalu,
DPRD tidak pernah tahu bahwa selama ini material tambang seperti batu, pasir, dan sirtu yang digunakan dalam proses pembangunan di Rote Ndao, sebagian besar menggunakan tambang ilegal.

“Kalau pun ada izin, hanya berupa diskresi yang dikeluarkan oleh Pemprov NTT,” kata Endang.

Secara pribadi, kata Endang, dirinya sadar benar bahwa usaha pertambangan rakyat maupun badan usaha harus berizin. Sehingga tahun 2020 lalu dirinya memfasilitasi sejumlah pengusaha untuk mengurus izin usaha pertambangan. 

“Tahun 2020 saya mengumpulkan teman-teman untuk mengurus izin, dan tahun 2021 baru kami sebagian memperoleh IUP Eksplorasi,” ujarnya.

Dia menjelaskan pada saat itu, diskresi dari Pemprov sudah tidak berlaku lagi, karena kewenangan sudah ditarik ke Pusat. Jadi semua berjalan menggunakan IUP Eksplorasi.

Diakhir 2022 baru keluar lagi kebijakan harus mengurus Operasi Produksi (OP), sehingga anggota Astero sementara mengurus di PTSP, DLH, dan ESDM Provinsi karena kewenangan sudah dikembalikan lagi dari pusat ke provinsi.

Terkait potensi merusak lingkungan yang ditimbulkan akibat penambangan liar tanpa izin, katanya, sebenarnya sudah terjadi di Desa Mukekuku oleh oknum penambang. Bahkan yang bersangkutan sudah diperintahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup mereklamasi kerusakan yang ditimbulkan. Tetapi sampai saat ini tidak ditindaklanjuti.

Sementara terkait kontribusi PAD berupa retribusi pertambangan, kata Endang, harus dilihat izinnya keluar kapan? Ada yang sudah katongi izin sejak tahun 2021 dan 2022, pasti retribusinya sudah dibayar. Tapi jika izinnya keluar di akhir Desember 2022 dan baru melakukan kegiatan Januari 2022, tentunya pada bulan berikutnya sudah mulai bayar retribusi. 

“Saya sebanarnya enggan membahas retribusi, karena di sidang anggaran beberapa waktu lalu juga sudah dilaporkan Bapenda dan sudah dibahas dalam persidangan,” tutupnya. (*)


Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *