NTTTERKINI.ID, Kupang – Ketua KOMPAK INDONESIA, Gabriel Goa, menyampaikan kritik keras terhadap pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) Bank NTT yang dijadwalkan pada Sabtu, 16 November 2024.
Goa menilai bahwa rapat ini melanggar Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT), terutama karena dipimpin oleh Komisaris Independen yang telah habis masa jabatannya, bukan oleh Komisaris Utama yang telah lolos seleksi OJK atau Pelaksana Tugas Direktur Utama Bank NTT.
“Hal ini menunjukkan adanya maladministrasi dan cacat hukum,” kata Gabriel.
Para pemegang saham yang memilih untuk tidak hadir dalam RUPS LB sebagai bentuk kepatuhan terhadap hukum mendapat dukungan penuh dari KOMPAK INDONESIA.
Bersama PADMA INDONESIA (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia), mereka menyerukan dukungan dari lembaga-lembaga hukum dan HAM guna melaporkan dugaan maladministrasi ini ke Ombudsman RI, serta meminta KPK RI mengambil alih penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) di Bank NTT.
Kasus-kasus tersebut meliputi dugaan korupsi MTN Bank NTT senilai Rp50 miliar rupiah yang saat ini ditangani Kejati NTT, kredit macet sebesar Rp100 miliar rupiah di PT Pundi Mas, dan perintah lisan Direktur Utama Bank NTT untuk pencairan dana Rp1,5 miliar rupiah guna membiayai peringatan HUT Pancasila di Ende pada 2022.
Para pemegang saham yang memiliki kepedulian atas praktik korupsi dan kolusi di Bank NTT menyambut baik langkah yang didorong oleh PADMA INDONESIA, KOMPAK INDONESIA, dan para penggiat anti korupsi.
Mereka mendesak tindakan segera untuk menyelamatkan dana masyarakat NTT yang tersimpan di Bank NTT melalui langkah berikut:
1. Melaporkan secara resmi dugaan tindak pidana korupsi di Bank NTT ke KPK RI.
2. Mengajukan laporan ke Ombudsman RI terkait maladministrasi dalam penyelenggaraan RUPS LB.
3. Mendesak Presiden RI agar memerintahkan Menteri Dalam Negeri untuk mencopot Penjabat Gubernur NTT yang dinilai menyalahgunakan wewenang, yang tidak mendukung pelaksanaan Pilkada Serentak yang damai pada 27 November 2024.
Serta tidak fokus menangani masalah masyarakat seperti penanganan bencana, pemberantasan mafia perdagangan manusia, dan pengamanan subsidi BBM.***