NTTTERKINI.ID, Kupang – Politik FISIP Unwira Kupang, Mikhael Rajamuda Bataona menilai berdasarkan hasil survei foxpol ternyata ada pergeseran karakter pemilih NTT, yang memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak dan kinerja.
Dalam survei yang elektabilitasnya diungguli bakal calon (Balon) Gubernur NTT, Melki Laka Lena itu menunjukan ada perubahan peradaban politik NTT dari yang berbasis alasan sosiologis kuktural ke model yang lebih rasional dan egaliter.
“Hasil survei Voxpol ini memotret situasi saat ini. Bukan situasi nanti saat kampanye Pilgub sudah dilakukan. Bukan pula satu pekan menjelang pencoblosan. Jadi, ini bersifat temporal. Karena acuannya adalah persepsi pemilih saat ini,” kata master ilmu komunikasi itu, Selasa, 6 Augustus 2024.
Dari data hasil survei voxpol yang dibacanya, kata dia, memang mengkonfirmasi sebuah pergeseran secara paradigmatik pada preferensi pemilih. Pemilih NTT tidak lagi memilih karena variabel eksternal, seperti partai, latar sosiologis sang calon, juga daya tarik figur yang masuk dalam variabel psikologis.
Tetapi mereka memilih figur karena kinerja dan pengalaman, visi-misi dan program yang ditawarkan. Juga, track record calon, serta watak jujur, bersih dan peduli dengan rakyat.
“Itulah yang menjadi rujukan pemilih. Di mana, pada pembobotan itu, figur Melki Laka Lena mendominasi hasil survei, baik di top of mind maupun elektabiltas,” katanya.
Menurut dia, Melki mendominasi dalam survey itu, karena pemilih, berbasiskan data survei itu, umumnya punya preferensi tokoh dengan kualitas dan intergritas terbaik, layak dipilih menjadi Gubernur NTT. Bukan tokoh yang punya kesamaan suku, atau agama. Artinya, ada pergeseran preferensi pemilih dari pemilih yang memilih figur karena alasan sosiologis kultural tertentu ke pemilih rasional.
“Nah, dari data survei tersebut, bisa dibaca bahwa jika tidak ada perubahan, di mana preferensi pemilih terus bertahan hingga hari-hari pencoblosan, maka sudah bisa dikatakan Melki Laka Lena yang berpasangan dengan Jhoni Asadoma yang akan memenangkan pertarungan,” tegasnya.
Dia juga mengingatkan, terlepas dari urusan kandidasi dan perebutan ceruk elektoral, dia membaca survei ini (voxpol center) secara ilmiah menggambarkan sebuah perubahan penting tentang karakter pemilih di NTT. .
“Tapi ini butuh bukti, sebab pemilih kita sangat romantis dan bisa berubah setiap waktu,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, data ini menjelaskan situasi ideal yang diinginkan dalam perbaikan mutu konsolidasi demokrasi adalah minim eksploitasi isu SARA dan identitas. Sebab belajar dari sejarah, hal paling rentan yang bisa mengubah preferensi pemilih adalah permainan isu primordial, juga pengerahan bansos atau bantuan sosial dan sejenisnya.
Karena itu, jelas dia, jika pemilih di NTT berada pada level seperti yang dipotret l Voxpol, maka harus disyukuri. Karena dia membaca secara paradigmatik, berbasiskan data tersebut, sudah ada loncatan dan perubahan peradaban politik di NTT, yaitu perubahan peradaban politik dari yang berbasis alasan sosiologis cultural, ke model yang lebih rasional dan egaliter.
“Untuk itu, wacana tentang pentingnya memilih Gubernur NTT berbasiskan track record, kualitas personal, kinerja dan integritas pribadi figur, perlu terus didorong dan diwacanakan ke seluruh ruang publik yang tersedia. Baik ruang publik fisik maupun yang virtual. Ini penting untuk meningkatkan rasionalitas pemilih, sekaligus mendorong konsolidasi demokrasi,” ujarnya.
Ditanya lebih detail soal mengapa Melki mendominasi hasil survei, Dosen Unwira ini mengatakan data survei voxpol center menjelaskan Melki punya personal branding yang kuat. Karena untuk mencapai personal branding yaitu terbentuknya persepsi masyarakat yang positip terhadap dirinya, membutuhkan sejarah dan jejak historis yg panjang.
“Menurut saya, sejarah Melki sebagai tokoh muda yang sejak usia belia pernah kalah berkali-kali dan gagal dalam konstetasi elektoral, yaitu gagal lolos ke senayan saat maju sebagai calon DPR RI dapil I, lalu kalah dalam Pemilihan Gubernur tahun 2013 saat berpasangan dengan Iban Medah, juga gagal menjadi calon Gubernur tahun 2018 karena kepatuhannya pada perintah partai untuk mengundurkan diri dan mendukung Viktor Laiskodat dan Josep Nae Soi, adalah nilai-nilai positip yg membuat personal branding Melki itu cukup positip dan kuat di berbagai lapisan pemilih pada berbagai tingkatan demografi,” papar Rajamuda.
Dari sejarah karir politiknya ini, jelas dia, Melki sukses membentuk persepsi masyarakat akan dirinya sebagai seseorang calon gubernur yang lebih siap memimpin. Apalagi setelah menjadi DPR RI dan terpilih sebagai Wakil Ketua Komisi IX.
“Jadi, kepribadiannya, kemampuan, dan aspek kualitasnya sukses menciptakan persepsi positif di benak masyarakat NTT,” kata putra Lamalera, Lembata ini.***