NTTTERKINI.ID, Kupang – Analis politik dari Universitas Muhamadyah Kupang, Dr Ahmad Atang menilai bakal calon wakil gubernur (Balon Cawagub) yang bakal mendampingi Ketua DPD I Golkar NTT, Melki Laka Lena harus mempertimbangkan basis politik dan basis sosiologis.
Pengamat politik Universitas Muhamadiyah Kupang, Ahmad Atang mengatakan dari tiga balon Cawagub NTT yang akan mendampingi Melki Laka Lena yang memiliki basis politik dan sosiologis adalah Gabriel Beri Bina dan Anita Mahenu, sedangkan Jane Natalia hanya memiliki basis politik, namun kurang memiliki basis sosiologis.
“Maka partai koalisi harus bisa memastikan satu diantara tiga untuk mendampingi Melki Laka Lena dengan mempertimbangkan dua hal, yakni basis politik dan sosiologis karena calon wakil harus mampu mendorong profit elektoral bagi Paslon ini,” kata Ahmad Atang, Minggu, 7 Juli 2024.
Menurut Wakil Rektor Muhamadiyah ini menjelaskan, dinamika Pilgub NTT mulai menunjukan kejelasan figur, walaupun masih minus, baik partai koalisi maupun figur wakil.
“Nah, Partai Golkar telah menetapkan Melki Laka Lena sebagai cagub dan secara politik telah memiliki partai koalisi namun belum punya calon wakil,” katanya.
Menurut dia, Partai Golkar telah membangun komunikasi politik dengan partai koalisi Indonesia maju, seperti PAN, PSI, Gerindra dan Demokrat, agar format koalisi Pilpres dapat diadopsi untuk Pilgub di NTT.
Dengan demikian, sebut dia, Melki Laka Lena sebagai calon gubernur dari Partai Golkar membuka ruang untuk partai koalisi mengajukan calon wakil. Karena itu, telah muncul tiga nama, yakni Gabriel Beri Bina dan Anita Mahenu dari Gerindra, juga ibu Jane Natalia dari PSI.
Dalam analisisnya, menurut Atang, pilihan wakil ini lebih untuk mengamankan KIM di Pilgub ini, sehingga lebih pada pertimbangan politik dibandingkan pertimbangan sosiologis. Walaupun diakui bahwa politik lokal selalu berbasis sosiologis karena tuntutan demokrasi partisipasi daripada demokrasi representasi.
Atang juga mengingatkan, figur-figur yang berhasrat untuk memimpin NTT lima tahun ke depan, yang akan bertarung pada Pilkada 27 November nanti, dan siapapun yang menang menjadi gubernur, akan menghadapi problem yang belum terselesaikan oleh pemimpin sebelumnya.
Problem itu diantaranya, sebut dia, pertama, ruang fiskal sangat terbatas karena beban utang pinjaman daerah yang harus dibayar hingga 2028. “Itu artinya, selama empat tahun kepemimpinan gubernur, Pemda harus seleksi program kegiatan di tengah keterbatasan anggaran,” ujarnya.
Kedua, problem stunting karena NTT memiliki angka stunting tertinggi, yang hingga kini belum secara masif diatasi. Ketiga adalah persoalan kemiskinan ekstrem yang hampir merata di semua kabupaten/kota di NTT.
“Maka harus ada langkah yang sama antara pemprov dan pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian, siapapun kepala daerah mendatang akan menghadapi tiga hal ini secara bersamaan,” kata dr Ahmad Atang. (TMPG)