NTTTERKINI.ID, Sumba – Bakal calon DPR RI daerah pemilihan (Dapil) NTT 2 dari Partai Geridra, Oktobius Wiritana Ringu ingin membuktikan bahwa orang Sumba juga mampu bersaing dan merebut kursi DPR RI.
“Kursi DPR RI sebuah tantang yang harus direbut orang Sumba dan duduki untuk memastikan bahwa orang Sumba bisa bersaing, bukan orang-orang yang mengatasnamakan orang Sumba, namun jika mereka duduk hanya meninggalkan nama bukan karya,” kata Oktobius, Selasa, 4 Juli 2023.
Ba aleg DPR RI dapil NTT 2 meliputi pulau Sumba, Rote, Sabu dan Timor ini mengaku telah berkecimpung di berbagai macam organisasi saat masih mengenyam pendidikan di Pulau Jawa. Namun setelah pulang ke kampung halaman dan berumah tangga dia melihat politik di Pulau Sumba siftanya masih lokal, sehinga memilih diam.
“Kalau awal saya memang tidak punya pikiran untuk terjun di politik, walaupun saya pernah ada dititik itu, mulai kuliah saya aktif di berbagai organisasi intra maupun ekstra. Tahun 2008 pas kuliah di Jawa juga ikut demo. Ini bukan hal yang baru,” jelasnya.
Dia mengatakan pada helatan Pilkada kepala daerah pada 2019 lalu, masyarakat masyarakat adat dari wilayah timur memintanya untuk bertarung. Namun karen tak punya partai, maka masyarakat berupay kumpulkan KTP melalui jalur independen, namun tidak mencukupi.
“Saya pernah diminta masyarakat adat untuk maju Pilkada, tapi dinyatakan tidak penuhi syarat untuk mencalonkan dari jalur independen, karena KTP tidak mencukupi,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, banyak partai politik yang memintanya untuk maju sebagai calon anggota legislatif (Caleg) mulai dari caleg kabupaten hingga provinsi, dan hanya Gerindra yang menawarkan sebagai caleg DPR RI.
“Saya merasa disitu habitat saya di pusat. Artinya saya tertantang untuk berpikir kembali, kalau di pusat mungkin saya mau. Disitulah berangkatnya karena dasar pertimbangan setelah saya ketemu pak Eston Fonay, memang Gerindra sangat di kenal di Pulau Sumba, cuman tidak ada orang Sumba yang mewakili partai ini,” jelasnya.
Sekama ini, kata dia, orang-orang yang maju dari Pulau Sumba hanya dianggap untuk pengumpul atau penyumbang suara, bukan untuk siap duduk, dan pada akhirnya yang duduk mewakili orang Sumba tidak pernah kenal, tidak pernah tahu, tidak punya hubungan emosional, tidak mengenal orang Sumba secara sosial-kultur.
“Mereka tidak mengenal kita dalam kehidupan sehari-hari, nilai-nilai yang berlaku disini termasuk persoalan- persoalan dengan pergumulan- pergumulan kita setiap hari-hari,” katanya.
Selama ini, lanjutnya, orang Sumba hanya sibuk mengusung orang-orang yang tak tidak kenal dan mereka tidak punya rasa tanggung jawab dengan orang Sumba.
“Kalau mereka jadi juga jangankan mereka mau lantang bersuara tentang kita, mau berpikir kita satu hari saja, belum tentu. Itu yang membuat saya sangat cemburu, makanya saya bilang ini tidak ada pilihan lain, selain kita buktikan kalau kita orang Sumba bisa, makanya muncullah klaim “anak Sumba bisa”, katanya.
Sebenarnya, dia ingin membangkitkan ego, spirit dan semangat orang Sumba bahwa memang orang Sumba punya kemampuan, cuman kesempatan itu tidak pernah ada.
Karena itu dia berterina kasih kepada Partai Gerindra yang memberinya kesempatan itu untuk bekiprah lewat partai ini untuk masyarakat Sumba, makanya kalau orang sumba tidak dukung Gerindra itu rugi, karena partai Gerindra satu-satunya partai yang sangat serius pikir orang Sumba saat ini.
“Saya boleh klaim begitu karena saya yang alami,” katanya.
“Kepercayaan itu tentu bukan kepercayaan yang main-main, kita harus menjawabnya, artinya ada harga yang harus saya bayar. Ini harganya sangat mahal. Partai Gerindra kasih kesempatan kita orang Sumba pun harus memberikan harga yang sepadan. Untuk itu kita harus menangkan partai Gerindra di pulau Sumba ini. Apalagi partai ini yang jelas ada kepalanya, ada yang maju calon presiden, dari partai yang sudah jelas-jelas punya calon presiden,” katanya.
Dia mengatakan banyak persoalan di Sumba seperti masalah kesehatan, pendidikan, infrastruktur, pertanian, perkebunan, kehutanan, sehingga perlu orang yang serius mengurus itu.
“Saya yakin hanya orang Sumba yang memahami tentang Sumba, tidak mungkin ada orang yang tiba-tiba lahir-besarnya hidup di luar sana dalam suasana yang berbeda dengan kita dengan suasana yang nyaman dari lingkungan yang enak, tiba-tiba datang disini mengaku bisa mewakili suara hati kita juga. Karena ini kita bicara tentang hari, bukan berbicara tentang kita bisa berbuat ini bisa berbuat itu, semua orang bisa ketika dia punya uang, punya segala hal, tapi pertanyaannya dia punya hati,” katanya.
“Banyak prang pintar di Republik ini, tapi orang yang punya hati saya tidak yakin itu banyak hanya segelintir orang. Makanya saya maju ini dengan hati, kalau untuk saya punya diri sendiri saya sudah tidak pikir, makanya saya sudah tidak pernah minta untuk ada di partai manapun, tapi ketika ada dalam situasi ini saya harus membayar dengan harga yang sepadan dengan apa yang sudah di kasih oleh partai, artinya lewat partai ini kita dikasih kesempatan untuk mengurus masyarakat,” pungkasnya.***